Steve A aka StvDiego Steve A aka StvDiego
Best Answer - Chosen by Voters
First you have to define freedom of speech. Too many people
take that to mean you can say whatever you want whenever you want to whomever
you want. The fire in a theater example is common retort.
What about waiting to board a plane and shouting out that if
you had your way you would hijack that plane to get if off the ground faster?
Should we take that as a possibly serious threat or just blow it off as a joke?
Would you get on that plane?
What about being in school and telling everyone that you are
mad and are going to come to school tomorrow and kill a teacher because you got
an F? A joke or not?
Is that freedom of speech or should they be considered
credible or possible threats? The moral/ethical part of the issue is the idea
that having a right does not make it right.
Just because there is a Constitutional right to free speech
that does mean that there is an all-encompassing right to say what you want
when you want. Try getting a job and telling your supervisor to **** themself.
You can argue free speech all you want, but you're going to get fired, legally
When you consider those very real examples then yes, certain
aspects of an overly-generalized freedom of speech stance should be restricted.
But stifling free speech to suppress public opinion,
formation of thought and learning, political views in opposition to the current
leadership, media coverage of pertinent issues or to promote a political agenda
is always wrong and should not be restricted.
Apakah benar untuk membatasi kebebasan berbicara?
4 tahun lalu
Report Abuse
Sebuah steve alias StvDiego Steve A alias StvDiego
Jawaban Terbaik - Dipilih oleh Pemilih
Pertama Anda harus mendefinisikan kebebasan berbicara.
Terlalu banyak orang mengambil yang berarti Anda dapat mengatakan apapun yang
Anda inginkan setiap kali Anda ingin siapapun yang Anda inginkan. Api dalam
contoh teater retort umum.
Bagaimana menunggu untuk naik pesawat dan berteriak bahwa
jika Anda memiliki jalan Anda akan membajak pesawat untuk mendapatkan jika dari
tanah lebih cepat? Haruskah kita menganggap itu sebagai ancaman serius atau
hanya mungkin pukulan ini sebagai lelucon? Apakah Anda naik pesawat itu?
Bagaimana dengan yang di sekolah dan memberitahu semua orang
bahwa kamu gila dan akan datang ke sekolah besok dan membunuh seorang guru
karena Anda mendapat nilai F? Sebuah lelucon atau tidak?
Apakah itu kebebasan berbicara atau seharusnya mereka
dianggap ancaman kredibel atau mungkin? Bagian moral / etika dari masalah ini
adalah gagasan bahwa memiliki hak tidak membuat benar.
Hanya karena ada hak Konstitusi untuk kebebasan berbicara
yang tidak berarti bahwa ada hak yang mencakup segala untuk mengatakan apa yang
Anda inginkan bila Anda menginginkannya. Mencoba mendapatkan pekerjaan dan
memberitahu atasan Anda untuk **** dirinya sendiri. Anda bisa berdebat
kebebasan berbicara semua yang Anda inginkan, tapi kau akan dipecat, secara
hukum
Bila Anda mempertimbangkan contoh-contoh yang sangat nyata
maka ya, aspek-aspek tertentu dari sebuah kebebasan yang terlalu-umum dari
sikap berbicara harus dibatasi.
Tapi mencekik kebebasan berbicara untuk menekan opini
publik, pembentukan pemikiran dan pembelajaran, pandangan politik dalam oposisi
terhadap kepemimpinan saat ini, liputan media tentang isu-isu terkait atau
untuk mempromosikan sebuah agenda politik selalu salah dan tidak harus
dibatasi.
Kebebasan Berpendapat yang Berdimensi Luas
OPINI | 30 September 2011 | 08:03 182 44 3 dari 4
Kompasianer menilai aktual
Kebebasan beropini atau mengemukakan pendapat melalui media,
belakangan sempat menyeruak ke permukaan. Diawali berbagai pendapat yang
berbenturan dan mengundang tanggapan saling “menyerang” atas nama kebebasan itu
sendiri. Perilaku demikian sesungguhnya tak perlu terjadi jikalau masing-masing
memiliki self censorship sehingga tidak mengundang suasana yang cenderung
kontraproduktif.
Jika ditelusuri secara cermat, sesungguhnya kebebasan
berpendapat/beropini itu berdimensi luas, di antaranya dalam artian: (1) bebas
untuk menyebarluaskan pendapat/opini kepada umum, dan (2) bebas untuk
menunda/membatalkan atau bebas untuk tidak menyebarluaskan pendapat/opini
kepada khalayak luas/umum.
Dikatakan bebas
menyebarluaskan pendapat/opini > apabila isi dan substansi dari
pendapat/opini tersebut menyangkut kepentingan lebih luas yang memang perlu
dibela. Siapa yang perlu dibela? Yang perlu dibela adalah kebenaran hakiki,
rakyat yang tertindas, atau konsumen yang tak berdaya.
Bebas untuk
menunda/membatalkan atau tidak menyebarluaskan pendapat/opini > apabila isi
dan substansi dari pendapat/opini tersebut kurang memenuhi unsur
kepantasan/kepatutan. Artinya, jika opini yang hendak disebarluaskan itu hanya
memenuhi kepentingan tertentu/parsial, atau dapat mengundang keresahan
(instabilitas sosial) > maka sebaiknya ditunda/dibatalkan.
Itu semua sudah menjadi kelaziman bahkan komitmen yang
melekat bagi para pekerja profesional, sehingga dalam melangsungkan
aktivitasnya tidak asal-asalan alias semau gue. Mereka harus menghadapi
rambu-rambu yang bernama etika profesi. Dengan demikian semua hasil kerjanya
dapat dipertanggungjawabkan.
Misalnya saja, di Amerika pun sebagai negara yang konon
dianggap kampiun demokrasi > seperti konsep freedom of the press >
kebebasan pers/berpendapat > bukanlah dimaknai dalam artian pers bebas
menyampaikan informasi > tak terbatas dan sebebas-bebasnya. Namun di
dalamnya sungguh terkandung apa yang dinamakan tanggungjawab sosial (social
responsibility).
Nah, pertanyaan yang perlu dikemukakan di sini adalah,
sudahkah kita layak disebut sebagai pekerja profesional? sehingga memaknai
kebebasan (termasuk kebebasan berpendapat) dalam artian yang bertanggungjawab
sosial? Ataukah kita masih berkutat dengan kebebasan > yang sebebas bebasnya
(tanpa batas) sebagaimana layak disandangkan bagi pekerja amatiran? Tentunya,
yang bisa menjawab adalah anda-anda sendiri!
english :
FREEDOM OF OPINION
Freedom of Expression of Broad Dimension
OPINION | 30 September 2011 | 8:03 182 44 3 of 4 kompasianer
assess the actual
Freedom of opinion or express opinions through the media,
the latter was pushed to the surface. Starting a variety of conflicting
opinions and invite responses to each other "offensive" in the name
of freedom itself. Such behavior does not actually have to happen if each has a
self-censorship so as not inviting atmosphere that tends counterproductive.
If carefully traced, real freedom of speech / opinion that
extensive dimensions, among them in terms of: (1) are free to disseminate
opinions / opinions to the public, and (2) is free to postpone / cancel or not
free to disseminate opinions / opinions to the public broad / general.
Said to be free to
propagate opinion / opinion> if the content and substance of the opinion /
opinion is of interest to the broader need to defend it. Who needs to be
defended? That need to be defended is the ultimate truth, the people are
oppressed, or the helpless consumer.
Free to postpone /
cancel or do not disseminate opinion / opinion> if the content and substance
of the opinion / opinion is less fulfilling element of decorum / propriety.
That is, if the opinion is about to be disseminated only to meet specific interests
/ partial, or may invite unrest (social instability)> then it should be
postponed / canceled.
It all has become a norm even an inherent commitment to
professional workers, so that the activities did not carry out random
arbitrarily aka me. They must face the signs called professional ethics. Thus
all his work can be accounted for.
For example, in America as a country that supposedly was
considered the champion of democracy> like the concept of freedom of the
press> press freedoms / opinion> is not interpreted in the sense of a
free press pass information> infinite and freely. But it was contained in
the so-called social responsibility (social responsibility).
Well, the question that needs to be posed here is whether we
have appropriately referred to as professional workers? thus make sense of
freedom (including freedom of expression) in the sense of social
responsibility? Or are we still struggling with the freedom> is as free as
free (without limit) as worthy of dressing for amateur workers? Of course, one
can answer is you-your own!
Prosedural hak kebebasan berpendapat di indonesia?
3 tahun lalu
Lapor
Penyalahgunaan
. .
Kontributor Populer adalah seseorang yang berpengetahuan
luas dalam kategori tertentu.
Jawaban Terbaik - Dipilih oleh Suara Terbanyak
"Tak ada demokrasi tanpa kebebasan berpendapat.
Kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak paling mendasar dalam kehidupan
bernegara. Pasal 19 Deklarasi Universal HAM menyebutkan: Setiap orang berhak
atas kebebasan memiliki dan mengeluarkan pendapat. Dalam hal ini, termasuk
memiliki pendapat tanpa gangguan dan untuk mencari, menerima, serta
menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media massa, dengan tidak
memandang batas. Namun prosedurnya tetap harus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, oleh karena klo gag dilakukan sesuai ketentuan, sesuai
norma agama dan kesusilan, maka kebebasan yang mereka usung itu pada sisi lain
justru kontradiksi dengan tujuan yang sebenarnya, dimana justru dengan jargon
"hak kebebasan berpendapat" itu membuat mata hati dan fikiran mereka
tertutup."
Procedural rights of freedom of expression in Indonesia?
3 years ago
report Abuse
. .
Popular Contributor is someone who is knowledgeable in a
particular category.
Best Answer - Chosen by Voice Most
"There is no democracy without freedom of speech.
Freedom of speech is one of the most fundamental rights in the life of the
state. Article 19 of the Universal Declaration of Human Rights states: Everyone
has the right to freedom of opinion and expression. In this case, including to
hold opinions without interference and to seek, receive, and impart information
and ideas through the mass media, regardless of borders. But the procedure
should still be in accordance with the provisions of the legislation, because
klo gag done according to the provisions, according to the norms of religion
and kesusilan, then the freedom that they were on a stretcher the other hand it
contradicts the true purpose, which precisely with the jargon of "right to
freedom of opinion" that makes their eyes closed hearts and minds. "
Indonesia adalah Negara hukum yang melindungi setiap warga
Negara dalam melakukan setiap bentuk kebebasan berpendapat, menyampaikan
gagasan baik secara lisan maupun tulisan, hal ini dilindungi peraturan
perundang-undangan di Indonesia baik didalam batang tubuh UUD 1945 pasal 28,
maupun diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 mengenai
jaminan hak-hak sipil dan politik, dimana poin-poin hak yang harus dilindungi
oleh Negara mengenai hak berpendapat, hak berserikat, hak memilih dan dipilih,
hak sama dihadapan hukum dan pemerintahan, hak mendapatkan keadilan, dll.
Praktek kongrit dilapangan bangsa Indonesia masih sangat
memprihatinkan adanya masih banyak kasus melanggaran hak-hak sipil dan politik,
baik yang mencuat ditingkatan nasional maupun local. Baik yang dilakukan oleh
Negara (pemerintah) secara langsung maupun secara tidak langsung (sebagai
dalang dibelakang layar), yang seharusnya (das sollen) pihak Negara dalam membuat
dan melakukan aktifitas kebijakan politik memposisikan jaminan hak sipil dan
politik dengan melindunginya (protected) karena dalam perspektif HAM adalah hak
Negara bersifat negative (negative right) dengan cara melindunginya setiap
aktivitas hak-hak sipil politik warga Negara. Malah tidak sebaliknya menjadi
“biang kerok” menghabisi / memasungnya.
Beberapa kasus yang mencuat dinasional dan local yang
terkait pengebirian hak sipil dan politik adalah kasus lia eden, kasus
ahmadiyah, kasus penelitian IPB terkait penemuan bakteri susu, kasus penelitian
di LOS DIY, beberapa kasus tersebut adalah beberapa sample saja atas goresan
sejarah yang suram atas pengkhianatan hak sipil politik dari warga Negara
Indonesia, yang seharusnya pemerintah sebagai aparatur bisa mereduksi dan
mengendalikan dinamisasi hak-hak sipil dan politik yang berkembang secara terus
menerus dikalangan masyarakat.
Sumber:
http://id.shvoong.com/law-and-politics/1853630-hak-kebebasan-berpendapat-bagi-setiap/#ixzz1f9nLnFUR
Indonesia is a state law that protects every citizen in
doing any form of freedom of speech, convey ideas both orally and in writing,
it is protected by legislation in Indonesia either within the body of the 1945
Constitution article 28, as well as expressly provided in the Act number 12
Year 2005 regarding the guarantee of civil rights and politics, where the
points right that must be protected by the State on the rights of the opinion,
the right of association, right to elect and be elected, equal rights before
the law and government, the right to obtain justice, etc..
Kongrit practice field is still very poor nation of
Indonesia are still many cases melanggaran civil rights and politics, both
national and local ditingkatan sticking. Whether conducted by the State
(government) directly or indirectly (as the mastermind behind the screen),
which should (das sollen) the State in making policies and conduct activities
to position guarantees civil and political rights to protect (protected)
because in the perspective human rights are rights of the State is negative
(negative right) is a way to protect any activities of political and civil
rights of citizens. In fact the opposite is not a "culprit" kill /
memasungnya.
Some cases are sticking dinasional and related local civil
rights and political castration is the case of lia eden, the case of Ahmadiyah,
case studies related to the discovery of bacteria IPB milk, a case study in LOS
DIY, some cases are just a few samples of the dismal history of the scratch of
treason political and civil rights of Indonesian citizens, who should the
government as the apparatus can reduce and control the dynamics of civil rights
and political evolves continuously among the community.
Sources: http://id.shvoong.com/law-and-politics/1853630-hak-kebebasan-berpendapat-bagi-setiap/
# ixzz1f9nLnFUR